World Through my Words

Tuesday, March 19, 2013

Behind the Story of One Fifty Hijab Style

Di sore hari yang cerah saat sedang berkumpul dengan beberapa sahabat, ada salah satu yang nyeletuk “kok barangnya One Fifty ga banyak sih?” Saya tersenyum. Konsep Made by Order (MBO) untuk butik terutama olshop sepertinya memang belum umum ya. Jadi terpikir untuk sedikit share cerita tentang One Fifty

Selepas Hari Raya Idul Fitri tahun 2012, saya mulai galau. Saya ingin sekali memulai berhijab syar’i, no jeans, no kerudung yang dililit, dan sebagainya – tapi desakan hijab mode: ‘makin heboh makin bagus’ sedang membahana. Jujur, bagi saya, susah sekali mencari baju muslim yang ‘biasa saja’ – tapi tentu saja juga ga kepingin kelihatan ‘ibu-ibu’. Maunya banyak ya, hehe.

Belajar dari adik saya, saya mulai mencari baju panjang yang tidak membentuk lekuk tubuh, dan pilihan saya jatuh pada maxi dress yang sedang ngetren di olshop. Sekali dua kali beli, oh ada masalah kecil. Kebanyakan dari baju yang saya beli…kepanjangan. Yes, saya ‘cuma’ 154cm. Tapi ternyata ketika baju tersebut saya berikan kepada adik saya yang tingginya sekitar 165cm bajunya…kependekan. -_-

Selain dari masalah panjang, tentu masalah ukuran menjadi concern saya. Postur tubuh saya yang agak besar di pinggul ke bawah membuat baju yang dibeli tidak nyaman dipakai. Kalau adik saya masalahnya di bahunya yang lebar. Otomatis baju-baju tersebut berakhir manis di lemari.

Lalu ada masalah harga. Sudah menjadi rahasia umum kalau olshop melewati beberapa ‘tangan’ untuk sampai ke tangan customer, dan tentu saja ini mempengaruhi harganya. Harga yang kita bayarkan tersebut, bisa jadi sebenarnya harganya cuma separuhnya kalau kita beli dari tangan pertama atau kedua.

Jika harga tidak menjadi masalah, maka kuantitas tentu menjadi pertimbangan. Semakin ngetren, maka semakin banyak orang yang berjualan produk tersebut. Saya pribadi pernah ditawari baju yang persis sama oleh EMPAT orang teman berbeda, yang beda hanya harganya :)))

Terakhir, kualitas dan penggunaan. Saya pribadi bukan orang yang sangat suka belanja; saya lebih suka membeli beberapa produk sekaligus. Jadi, saya berharap ketika saya membeli suatu barang, saya melihat nilai investasinya. Berapa lama barang ini awet saya pakai? Bukan hanya ‘mahal sedikit yang penting awet’, tapi disesuaikan lagi dengan motif, model dan lain-lain; saya pingin every piece in my closet is timeless. Dan hal ini, butuh kualitas.

Tentu teman-teman sudah terpikirkan apa solusinya. Betul, membuat baju ke penjahit. Dengan demikian, saya bisa mendapatkan sehelai baju yang benar-benar sesuai dengan keinginan saya. Dari motif kain, model, kualitas, dan tentu saja ukuran yang cocok di hati.

Ketika gamis pertama saya sedang di proses penjahitan, saya bertemu dengan seorang teman yang akhirnya jadi partner saya, Titasya. Di mata saya, dia lebih ngerti fashion. Terbukti, dia lebih dulu punya olshop dan saya sering beli baju di dia. Saya lupa gimana cerita lengkapnya, tapi akhirnya tercetuslah ide membuat One Fifty Hijab Style

Sebuah brand busana muslimah yang memungkinkan customer untuk memilih model dan motif baju lalu dibuatkan produknya sesuai ukuran customer. Harganya terjangkau, dan prosesnya relatif cepat. Hanya 7-10 hari untuk produksi.

One Fifty tercipta dengan harapan, muslimah bisa mewujudkan impian untuk memiliki baju muslim syar’i yang cocok di badan dan nyaman di hati. Bonusnya, puas di harga dan kualitas ;)

Tak butuh lama kami share ide ini kepada orang tua, dan saat terkendala dana, pertolongan Allah datang lewat kedua sahabat kami yang siap menjadi investor. Akhir September ide ini dimatangkan, dan kemudian pada bulan Oktober kami kerja keras di akhir minggu untuk mewujudkan One Fifty.

Selepas launching di bulan November, tiba-tiba saja mata kami lebih terbuka. Begitu banyak muslimah di luar sana yang juga ingin belajar untuk berhijab syar’i tapi malu bertanya dan tidak tahu harus memulai dari mana. Maka impian kami melonjak, One Fifty ada dengan harapan, muslimah tahu harus kemana ketika berpikir tentang ‘hijab syar’i’.

Kami sadar bahwa yang kami punya saat ini sepertinya hanya mimpi; tapi jika mimpi ini bisa menjadi sarana dakwah kami, semoga Allah selalu memberikan jalan. Amin.

Love,
Prima





0 komentar:

Post a Comment

© I'm Fireworks!, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena