World Through my Words

Wednesday, November 6, 2013

Cerita Tentang Mimpi Yang Selalu Berganti

source


Apa mimpimu?

Pertanyaan ini selalu membuatku berpikir dulu untuk menjawabnya. Aku mengakui sih bahwa aku orangnya labil, dalam artian belum atau tidak memiliki mimpi yang konsisten. Mimpiku selalu berubah-ubah mengikuti usia yang semakin dewasa dan realita yang ada.
I am dream catcher, but i know if i life in real world. Setiap mimpi yang aku kejar, secara tidak langsung selalu aku pertimbangkan apakah sesuai dengan kehidupanku yang sekarang? Sudahkah aku mampu dan memiliki kesempatan mengejar mimpi itu?
Dulu saat aku masih berusia 5 tahun, mimpiku adalah menjadi dokter dan sekolah di Australia. Naif sekali ya, dulu aku tidak tahu bahwa menjadi Dokter butuh otak cerdas dan biaya yang tidak sedikit. Pun sekolah di Australia, yang aku tahu Australia itu bagus dan cantik seperti yang digambarkan di artikel majalah kesayanganku kala itu, majalah Bobo.
Lalu ketika masuk SD, aku lupa dengan mimpi. Terlalu asyik bermain, membaca buku dan hidup berpindah-pindah. Aku tidak punya mimpi, yang aku tahu hanyalah bagaimana mendapatkan nilai rapor yang bagus, jadi juara kelas dan dapat hadiah dari Mama Papaku.
Kemudian beranjak remaja, ketika majalah Bobo berganti menjadi majalah remaja. Aneka Yess, Gadis, Kawanku dan sebagainya. Di sana, sering diadakan kontes-kontes modelling dan kembali ada mimpi yang menyala-nyala. Aku ingin jadi model! Jadi sampul majalah, jadi bintang iklan, jadi bintang sinetron dan seterusnya.
Tercapai? tentu saja....tidak :D. Saat itu aku tinggal di kota kecil (sampai saat ini sih) yaitu Pacitan. Orang tuaku tidak paham apa itu model, apa itu kontes model yang menghabiskan uang jutaan. Mimpi menjadi model terkubur bersamaan dengan teralihnya perhatianku dari kontes model menjadi mengoleksi kertas binder warna-warni dan jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Kemudian tibalah saatnya, masa-masa paling indah. Ya, aku jadi anak SMA. Gaul abis deh, pakai baju keluaran terbaru di dept.store, sekolah di SMA favorit, punya hape mahal, pacar, motor bagus, pokoknya semuanya bisa punya! Jadi lupa lagi punya mimpi. Pun tentang masa depan, blank :D.
Yang aku tahu, aku tidak suka eksakta dan aku tidak suka menghapal. Jadi bisa dibayangkan dong nyari jurusan kuliah yang gak pakai menghitung dan menghapal? Jadilah saya punya mimpi sederhana, yaitu kuliah di jurusan yang gak menghapal dan menghitung.
Dan mimpi itu tercapai, aku sekolah di jurusan komunikasi di mana menghapal dan eksakta hanyalah selingan beberapa SKS belaka, dapat C+ pun tak apa-apa. Aku sudah lupa dengan mimpi menjadi Dokter dan sekolah di Australia, karena pada akhirnya aku hanya menjalani apa yang ada di depan mata.
Kemudian aku mengenal dunia luar, ada banyak kesempatan. Magister di luar negeri masuk wish list saya selama paling tidak 4 tahun ini. Aku ingin s2 di BELANDA! Semangat yang berkobar, memimpikan tinggal di negara kecil tapi damai dan maju itu. Berusaha mendapatkan IPK bagus dan fokus di mata kuliah komunikasi bisnis agar kelak bisa mendapat beasiswa s2 di Belanda. Hebatnya aku, akhirnya punya mimpi yang besar seperti orang lain.
Saat semester 6, anak desa ini dapat kesempatan untuk magang di Jakarta. Bahagia karena seperti menemukan jati diri, aku merasa betah dan senang bekerja di dunia advertising. Dunia yang sesuai dengan orang sepertiku, tak suka eksakta dan hapalan. Hidup di tengah gemerlap Jakarta, aku ternganga melihat orang-orang kaya yang ke mana-mana bawa baby sitter untuk merawat anak-anak kecil mereka.
Mimpiku bertambah lagi, Aku mau jadi wanita karier yang bisa kasih 1 anak 1 babysitter! Another big dream to catch, dan bertekad untuk berkarier di Jakarta. Semangat s2 di Belanda semakin berkobar, bermimpi usai magister kemudian menjadi salah satu agency people most wanted di Ibukota.
Lalu kemudian pulang ke Malang, menghadapi realita bahwa uang bulanan dari papa tidak cukup untuk mengcover biaya foya-foya dan tidak ingin mengubah gaya hidup. Solusinya? Aku bekerja part time sebagai guru les. Aku ngelesi anak SD, dan membuatku membuka mata.
Mimpiku jadi wanita karier perlahan tergerus dengan fakta bahwa anak-anak lebih membutuhkan ibu mereka dibandingkan baby sitter. Anak-anak ingin ibunya yang menemani mengerjakan PR, bukan guru les. Anak-anak ingin ibunya yang menemani mereka tidur, bukan baby sitter, nanny, pengasuh atau orang lainnya.
I look at the mirror. Apa sebenarnya yang aku inginkan? Mimpi seperti apa yang pantas aku kejar? Pada akhirnya, aku memilih mengubur mimpi meniti karier, dan memilih mencari pekerjaan yang kelak tidak memberatkan. Life is choice and i choose to be ordinary person. Aku tahu aku tidak bisa meraih semuanya, jadi aku memilih untuk bekerja di tempat biasa dengan posisi yang biasa juga.
Mimpi s2 masih belum padam, dan gelora untuk sekolah di Belanda masih belum pudar. Sampai akhirnya...aku bertemu dengan orang yang membuatku yakin untuk menikah di usia 24 tahun, padahal sebelumnya aku berpikir baru akan menikah di usia 26 atau 27.
Memajukan usia menikah berarti realistis bahwa aku tidak bisa s2 di luar negeri. Lagi-lagi satu impian harus berubah, dan akhirnya berharap bahwa sepuluh atau dua puluh tahun lagi bisa di Belanda yang lamaaaaa, minimal satu bulan. Rencana s2 di luar negeri diubah menjadi s2 di Yogyakarta saja, tempat tinggalku di masa depan dengan partner hidupku nantinya.
Lantas apa mimpiku sekarang? Setelah banyak mimpi yang gugur sebelum berkembang? Mimpiku sekarang...kuliah dan lulus tepat waktu di Yogyakarta, mencari pekerjaan sebagai dosen, dan menjadi Ibu yang baik. Aku memang bukan orang yang bisa konsisten dengan satu mimpi yang seperti apapun keadaannya dikejar untuk diwujudkan.
Bukan, aku bukan penakut, tapi aku tidak ingin kehilangan hal yang berharga di masa sekarang karena aku terobsesi mengejar mimpi. Aku tidak bisa terlalu lama menjalani LDR jadi berpisah satu tahun untuk s2 di Belanda bukanlah opsi yang baik. Sekian tahun aku melihat dan mendengar betapa muridku ingin bersama mamanya tapi tidak bisa, membuatku ingin bekerja santai saja agar tetap punya banyak waktu untuk mereka. Selain itu, aku ingin ada di rumah saat ayah anak-anakku pulang, sekedar menemani makan atau memberikan handuk untuk mandi sore.
Mimpi besarku kini telah bergeser dari mimpi menjadi seseorang yang tinggi menjadi mimpi menjadi seseorang yang selalu ada untuk orang-orang yang dicintainya. Semoga Allah mengijinkan, semoga semuanya dimudahkan. Apapun mimpimu, pastikan bahwa mimpi itu adalah baik dan terbaik ya!

Regards
Titasya

0 komentar:

Post a Comment

© I'm Fireworks!, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena