World Through my Words

Monday, March 6, 2017

[Startup Series] Jadi Ibu Merupakan Pelajaran Seumur Hidup

Beberapa tahun, saya di posisi staf yang notabene tanggungjawabnya berkutat pada tugas diri sendiri saja. Selesai ya pulang dan apapun yang terjadi di kantor saya tidak perlu tahu. Pokoknya waktunya gajian ya nerima transferan, ada perubahan aturan ya diikuti. Hingga tanpa direncanakan sebelumnya, mendapat amanah untuk menjalankan pekerjaan yang lebih besar daripada sebelumnya.

Menjadi team leader, langsung di bawah CEO yang artinya semua staf yang pekerjaannya berkorelasi dengan konten (sempat di Boombastis, lalu ke Selebupdate, lalu ke Travelingyuk) adalah tanggungjawab saya. Dari sinilah, perjalanan sebagai seorang ibu dimulai. Ternyata, memimpin dan membuat sistem saja tidak cukup. Butuh lebih dari sekadar mengkoordinasi dan manajemen.

Tentu saja lamaa sekali saya masih bodoh dan banyak salahnya. Marah dan emosi adalah teman akrab sehari-hari, sampai pada titik capek sendiri. Begini amat sih cari duit, itu yang ada di dalam pikiran. Akhirnya membangun tembok, malas-malasan berkomunikasi. Jika ada kondisi yang tidak sehat, mulanya memang dari diri sendiri.

Bertambah umur itu pasti, tapi menjadi dewasa adalah pilihan. Perlahan saya mulai melihat apa yang bisa dilakukan agar kondisi membaik dan meminimalisir hal-hal yang tidak enak. Pertama, anak-anak di kantor bukan musuh saya. Kami keluarga dan bekerjasama untuk membuat apa yang dikerjakan ini berhasil. Jika terkadang merasa sebal satu sama lain itu hal yang biasa. Namanya manusia, berbeda-beda satu dengan yang lainnya.

Kedua, belajar untuk lebih rileks dan profesional. Santai saja karena masalah tentu akan datang silih berganti, selama bisa dihadapi dan diselesaikan maka jika sudah ya sudah. Profesional, tidak perlu sungkan untuk berbicara dan diskusi. Jika memang ada yang butuh ditegur, sampaikan saja dengan bahasa yang santun. 

Ketiga, melihat anak-anak sebagai manusia seutuhnya. Sama seperti saya yang punya hidup di luar kantor, mereka juga kan? Bisa jadi di rumah ada beberapa masalah atau kemungkinan lainnya yang membuat sikap mereka berbeda atau pekerjaannya tidak sesuai harapan. Mesin saja bisa diperbaiki, apalagi manusia yang bisa berkomunikasi? Tidak perlu khawatir.

Mengayomi mereka, mengerti dan mengenal satu persatu dari individu ini. Watak dan sifatnya bermacam-macam, rupa-rupa juga problematikanya. Berusaha untuk memahami dan tidak terjebak dalam kondisi tidak mengenakkan, adalah pelajaran seumur hidup yang ternyata menyenangkan. Kondisi jadi lebih kondusif, mulai saling memahami posisi dan juga situasi.

Hari-hari jadi lebih terasa istimewa, hubungan antar personal juga membaik. Di kantor, mbak Tita adalah Ibu yang mendengarkan aneka cerita mereka, dan kesulitan yang mendera. Managing tim agar semuanya berjalan sebagaimana mestinya, agar apa yang yang direncanakan tercapai. Di luar, mbak Tita adalah manusia yang bisa diajak nonton atau ngobrol ringan, bahkan mungkin berteman. Ternyata mbak Tita juga suka jajan lalapan geprek yang pedas dan jajan cilok. No longer become stranger each others.

Sampai hari ini, belajar menjadi Ibu bagi anak-anak kantor tetap saya jalani. Kadang masih merasa lelah atau putus asa, tapi naik turun dalam dunia kerja itu biasa. Tidak apa-apa, justru di situ tantangannya bukan? Anak-anak belajar untuk mengerti saya, dan begitu juga sebaliknya. Dunia ini terlalu indah untuk dihabiskan dengan menggerutu dan tidak bahagia.

Tidak ada kata terlambat untuk belajar jadi lebih baik. Jika hari ini saya masih ada kekurangan, semoga besok sudah bisa diselesaikan. Begitu terus, keep moving! :)

Regards
Titasya

1 komentar:

© I'm Fireworks!, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena