World Through my Words

Wednesday, November 25, 2015

Setelah 25 Tahun

I am not kinda daddy little girl, literally. Saya terbiasa hidup jauh dari papa saya, membuat bonding kami nggak begitu kuat dan erat. We just share the same roof for a few years and separate again, just like that.

Saya nggak pernah meminta bantuan pada papa saya kecuali di saat yang sangat terdesak. Even ketilang polisi, dompet saya hilang atau apapun yang saya bisa handle sendiri, i will do it by myself. Because i never know how to ask some help to him.

But i always call him when i feel afraid or fear to face something. Papa saya seperti pegadaian, menyelesaikan masalah tanpa masalah. Sometimes he ask why i never let him help when i have some problems. Padahal papa saya dengan senang hati bakalan membantu.

Tahun ini, saya menangis di hadapannya (atau di telepon), dua kali. Yang pertama, saat saya merasa kecewa dan sakit hati luar biasa akibat diperlakukan dengan sangat tidak layak orang seseorang. Saya menangis karena jengkel dan merasa ingin menampar orang itu saat itu juga.

Papa saya turun tangan, dia nggak marah sama saya atau apa. Papa saya bilang "Papa diam karena takut mencampuri urusanmu dan salah. Kalau sekarang kamu sudah cerita semuanya, Papa selesaikan."

Just like that, dan Papa memberikan iPad saya pada saya.

"Udah nggak usah nangis, ini main game aja biar nggak sumpek trus tidur."

Papa saya tahu saya kerap main game di iPad, padahal dia nggak pernah nanya saya ngapain suka pegang iPad sampe berjam-jam. Papa tahu saya suka main game apa, padahal saya nggak pernah cerita.

Then today. Saya merasa takut, sangat takut. Rasanya nggak aman dan terancam. Then i call him, and we talked. Saya nangis, dan Papa menjawab dengan tenang dan mencoba menenangkan saya.

Again, he solved my problem. Saya nggak pernah nangis kalau hanya masalah kehabisan uang atau bahkan kecelakaan sekalipun. So when i cried, he knew if i have big trouble.

He give me some advice and checking my condition. Saya nggak tahu harus mengandalkan siapa, selain orangtua saya. Dan i know i always can count on them.

After 25 years, i just realized something. Nggak ada yang selalu berdiri di depan saya seperti apapun keadaannya, selain orangtua saya sendiri. Nggak ada yang bisa jadi tempat saya pulang, selain mereka. Dan nggak ada yang bisa mengerti saya, melampaui papa mama saya.

And close this thought, i will share one story when i asked my mom about silly question.

"Ma, kalau ternyata dulu pas bayi aku tuh ketuker. Jadi aku ini bukan anak mama sama papa tapi anak orang lain, gimana? Mama mau nuker aku sama anak mama atau tetap pertahanin aku?"

"Yakali barang bisa dituker-tuker seenaknya kak. Nggak lah kak, kan kakak yang selama ini sudah mama rawat dan mama sayangi sepenuh hati. Kalau anak mama sudah dirawat dengan baik sama orangtua yang sama dia selama ini, yaudah. Nggak perlu ada yang berubah. Kecuali anak mama hidupnya nggak enak, mau mama boyong aja ke sini tapi mama nggak akan menukar kamu dengan siapapun. Karena rasa cinta tidak hanya tentang siapa yang melahirkan dan dilahirkan kak."

I dont know what should i say but i know, everything is okay, whatever happen. :)

1 komentar:

  1. baca post an kamu ini bikin aku pingin punya bokap juga deh .___.

    aku dari kecil, walau punya bokap, berasa kayak gak punya hahaha... plus pas sd mau ke smp juga ortu cerai, jadi ya gitu deh... bokap entah ke mana, terus pas udah mulai deket lagi, eh tau2 orangnya pergi ke alam lain, ya sudahlah ya

    ReplyDelete

© I'm Fireworks!, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena