Assalamualaikum ^^
Hari ini entah kenapa pengen ngobrolin tentang wanita. Mungkin karena apa yang dipikirin di kepala udah penuh, jadi mending ditumpahin di blog kali ya? Hihihi anyway blogpost ini akan saya bagi menjadi dua bagian. Bagian pertama akan membahas tentang pertanyaan-pertanyaan yang berkunang-kunang di otak tiap wanita karier atau yang sibuk di luar rumah.
PENTING YA BISA MASAK? EMANG HARUS YA BISA BERSIHIN RUMAH? YAUDAH SANA NIKAH SAMA ASISTEN RUMAH TANGGA AJA!
Iya, saya juga sempet bertanya-tanya emangnya kalo udah nikah gitu wajib ya menguasai segala macam skill mengurus rumah? Nah kalo gitu tujuannya nikah ama kita apa dong? nyari tukang masak apa gimana? Kalo kita kerja kantoran, gimana? blablabla, itu pertanyaan banyaakk banget kayak tumpukan utang #lah hahaahha :D
Kemudian, saya mencari jawabannya. Saya uraikan dulu dari akar masalahnya. Awal mula kenapa pertanyaan dan sanggahan-sanggahan seperti itu bermunculan. Untuk itu, case study nya saya sendiri ya :D
Saya usia almost 24 tahun, udah 5 tahun ngekos. Jangan ditanya, saya ini manjanya ampun! nyuci setrika? laundry an yang beresin. Makan? Ibu catering lah solusinya. Bersih-bersih rumah? kan ada yang bisa disuruh! Beres kan semua urusan? Saya ngapain? ya tidur kerja lah :D. FYI saya kerja dari jam 9-5sore, plus kerjaan tambahan biasanya sampe jam 8-9malem.
Alibi saya sih: Gak sempet! Hih beli aja praktis, di laundry aja mudah, nyuruh orang aja, bisa kok bayar! Nah, hal ini berbeda dengan Mama saya yang basically ibu rumah tangga. Mama saya mah bisa banget beresin kerjaan rumah cuma dalam sehari. Saya? boro-boro, mending kabur! hihihi.
Karena saya berpikir "yaudah sik bayar aja, orang saya juga kerja," akhirnya merasa 'gregetan' kalau ada orang bilang wanita kudu a b c d sampe z. Menyangkal? pastilah orang berseberangan sama hidup saya LoL. Bahkan jauh-jauh hari saya udah bilang sama calon suami "pokoknya nanti kamu kudu kasih aku IRT titik!" dan diamini.
Padahal...posisinya kalau sudah menikah nanti belum tentu juga saya masih kerja dari jam 9 pagi sampe jam 9 malem. Bisa lebih selow atau lebih sibuk. Mudah-mudahan sih lebih selow ya :D. Tapi apakah lantas kalau saya udah gak kerja keras, saya kudu masak+bersih bersih rumah?
Secara logika wanita yang terbiasa kerja seperti saya, mengurus rumah dan masak adalah job orang lain. Tapi bukan berarti, kita tidak paham ilmunya bukan? Jangan salah, meminta orang lain mengerjakan bukan berarti kita gak memantau loh. Tau posisi supervisor? kira-kira seperti itulah yang akan kita lakukan jika orang lain yang menghandle masak dan bersih bersih rumah serta nyuci setrika dan teman-temannya.
Saya pribadi banyak-banyak belajar mengenai ilmu gizi dan makan dengan benar. Mau masak tiap haripun tapi makanan yang di masak ga ada gizinya (misal tiap hari masak ayam melulu, gak sehat kan?) juga sayang. Mau jajan melulu asal keluarga kenyang dan makanannya enak tapi kita gak tau itu makanan sehat apa enggak, malah lebih kacau lagi.
Jadi, saya berusaha untuk bisa mengerjakan dan bisa memantau. In case memang belum bisa bayar IRT, saya bisa masak yang enak+sehat, bisa cuci setrika dan beberes rumah. Atau in case saya sibuk luar biasa, saya bisa kasih mbak IRT list menu makanan yang sesuai dengan juklak gizi dan kesehatan. Jadi gak asal nyerah apa kata mbak IRT mau masak apa.
Nah tapi susahnya, di Endonesa tercinta ini masih banyak lelaki yang mikir kalo istri di rumah aja, urus keluarga. Bagi wanita yang biasanya kerja, stay di rumah kadang stuck dan bosan. Bagi para pria, mereka dengan sifat superiornya pengennya istri di rumah aja dandan tsakep nunggu mereka pulang. Budaya patriarki juga kadang membuat pikiran 'istri kok gak bisa masak, istri macam apa tuh?' karena jaman dulu emang seorang istri menghandle segala macam keperluan rumah tangga.
Tapi cobalah throw back sama diri sendiri. Pernahkah merindukan masakan Ibu? Pernahkah kangen rumah sampe pengen nangis? Pernahkah bermimpi punya suami yang seperti Ayah yang sayang banget sama Ibu?
Memori-memori itu tercipta dari mana? ya dari bagaimana Ibu kita menempatkan diri :) Mungkin Ibu masak tiap weekend, atau membatasi untuk gak pulang lebih dari jam 4 sore, atau Ibu selalu memastikan rumah dalam keadaan bersih walau yang nyapu ngepel itu bibik di rumah.
So? Kita juga bisa kok kayak gitu ^^. Set skala prioritas dan know the limit aja sih menurut saya. Gak harus pinter masak ala chef Marinka tapi bikin nasi goreng favorit suami, bisa dong ^^ atau ngajak si kecil main tiap sore, atau bikinin kue favorit anak-anak. Hal-hal sederhana seperti itu sebenarnya bisa kita lakukan kalau mau berusaha :)
Jadi, bagi kaum lelaki. Percayalah bahwa calon-calon istri kalian itu punya sosok yang mereka contoh, yaitu Ibu mereka. Dan percayalah, wanita tak akan lari dari kodratnya :). Dan bagi wanita, yuk belajar menempatkan diri dan gak sibuk sama dunianya sendiri. Gak ada kata 'gak bisa kok' *ini ngomong sambil ngaca *dan menghipnotis diri sendiri*.
Laki-laki yang baik adalah yang menerima pasangannya apa adanya. Tapi apa adanya bukan berarti kita gak mau belajar jadi lebih baik kan? ;)
Ini full opini saya ya ^^ dan ini terjadi sama saya. Eksekusi pada setiap orang berbeda, namun buat saya Alhamdulilah ini sudah jadi solusi yang terbaik. :)
next post : supporting husband.
Terimakasih sudah baca yaa ^^